Senin, 26 Oktober 2009

Pulau Bunyu

Pulau Bunyu, Bulungan


Kecamatan Pulau Bunyu


Peta lokasi Kecamatan Pulau Bunyu

Provinsi

Kalimantan Timur

Kabupaten

Bulungan

Luas

198,32 km²

Jumlah penduduk

9.810 jiwa

- Kepadatan

49,47 jiwa/km²

Desa/kelurahan

3

Pulau Bunyu adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Kecamatan ini beribukota di Bunyu, dengan luas wilayah 198,32 km² serta berjarak ± 60 km dari ibukota kecamatan ke Tanjung Selor. Untuk mencapai kecamatan ini, dapat pula melalui Pulau Tarakan ±1 jam perjalanan dengan speed boat berpenumpang 40 orang.[1]

Daftar isi

[sunting] Kondisi wilayah

[sunting] Batas Wilayah

[sunting] Topografis

Secara umum wilayah Bunyu terdiri dari daerah datar dan sebagaiannya dataran tinggi dengan tingkat kemiringan sedang.

[sunting] Akses dari Ibukota

Karena Kecamatan ini berupa pulau, maka seluruh desa yang ada aksesibilitasnya bisa ditempuh dengan kendaraan darat dan sarana transportasi dalam kotanya pun juga cukup mudah dan bisa dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua. Sedangkan perjalanan ke ibukota Kabupaten Bulungan (Tanjung Selor) hanya bisa ditempuh melalui jalur laut, menggunakan angkutan speedboat dengan lama perjalanan sekitar 2 jam.

[sunting] Demografis

Secara demografis Kecamatan Bunyu memiliki jumlah penduduk 9.810 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 5.214 jiwa dan perempuan 4.656 jiwa. Dari sejumlah penduduk itu, klasifikasi dewasa 6.603 jiwa dan anak-anak 3.267 jiwa, dengan tingkat kepadatan mencapai 49,47 jiwa/km².

[sunting] Sosial Budaya

Masyarakat di Bunyu cukup beranekaragam, bagian terbesarnya adalah pendatang yang berasal dari Jawa maupun Sulawesi. Sedangkan suku aslinya adalah masyarakat Suku Tidung, dengan komposisi Suku Jawa 26,85 %, Bugis 25,11 %, Tidung 11,29 %, Banjar 9,97 % dan suku lainnya 26,78 %.

Berdasarkan agama yang dianut masyarakatnya pun juga beragam, meliputi: Islam 87,67%, Kristen Protestan/Katolik 12,13%, Hindu 0,03%, serta Budha 0,17%. Dengan Sarana ibadah yang ada di wilayah ini terdiri dari mesjid 14 buah, langgar/mushalla 4 buah dan gereja 5 buah Dengan keanekaragaman tersebut, maka secara budaya dan adat istiadat pun juga beragama. Masing-masing suku yang ada secara khas menampilkan budayanya masing-masing, seperti Jawa, Bugis, Banjar, Tidung maupun lainnya.

Sebagian masyarakatnya bekerja sebagai tenaga kerja/karyawan di PT Pertamina EP Bunyu dan PT Medco Methanol Bunyu, PNS, petani kebun dan bagian terbesarnya menjadi nelayan.

[sunting] Informasi Umum

Pulau Bunyu adalah pulau yang menarik. Ada pabrik Methanol milik Pertamina yang dikelola oleh Medco Methanol Bunyu (milik pengusaha nasional Arifin Panigoro) di pulau tersebut. Selain itu Pertamina E&P (Hulu) juga telah lebih dari dari 40 tahun melakukan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi migas di pulau tersebut.

Sebagai sebuah Kota Kecamatan, kota ini relatif kecil. Penduduknya mungkin hanya sekitar 10 ribu jiwa saja. Sebagian besar adalah etnis pendatang yaitu Bugis dan Jawa. Penduduk aslinya, suku Tidung umumnya berdiam di sekitar Pangkalan dan Bangsal Tengah, nama wilayah kecil di barat pulau tersebut.

Terdapat hotel kelas Melati di sekitar Pangkalan. Namun bagi anda yang menjadi tamu Medco atau Pertamina dapat tinggal di Mess perusahaan tersebut dengan fasilitas yang cukup memadai.

[sunting] Komoditi Khas

  • Salak, ikan (basah dan kering)
  • Komoditi olahan hasil pertanian dan perikanan lainnya

[sunting] Obyek Wisata

  • Pantai Nibung
  • Pantai Sei Kura
  • Pantai Batu Lumampu
  • Pantai Tambak
  • Padang Golf Pertamina
  • Pabrik Produksi Minyak dan Gas
  • Pulau Burung

[sunting] Potensi

  • Batu Bara
  • Minyak dan gas
  • Perikanan dan kelautan

Kamis, 08 Oktober 2009

Management

Kaitan MRP (Material Requirement Planning) dengan Project Management

MRP lebih tepat diaplikasikan sepenuhnya pada manufaktur. Karena semua variable dalam MRP terpenuhi dalam kondisi manufactur yaitu : Production requirement (required date & quantity) berdasarkan break down material dari Production Master Schedule, Schedule received, Stock On hand, dan Planned order released, yang dipelaksanaannya dipengaruhi oleh Order Quantity dan Lead Time. Disadari atau tidak MRP diaplikasikan pada Project, tapi tidak sepenuhnya, karena dalam MRP ada komponen Stock on hand yang harus dimaintain levelnya yang dijadikan sebagai dasar dalam penentuan titik pemesanan kembali (Planned order released), tidak seperti dalam project yang biasanya tidak ada stock, stock yang dimaintain dalam project adalah untuk spare saja. Kondisi MRP dalam Project adalah Required at SITE (required date & quantity), Schedule Received, dan Planned Order Released (tidak ada Stock on Hand yang harus dimaintain). Aplikasi MRP dalam Project biasanya adalah dengan Procurement Schedule / Procurement Master/Monitoring Schedule yang merencanakan mulai dari kapan Inquiry/MTO/Requisition harus diissue oleh engineering sampai material Arrived at SITE (baik LLI maupun yang bukan LLI).

Note : LLI (Long Lead Item)


Project Management vs Construction Management

Project Management adalah adalah suatu tool untuk menjalankan suatu proyek, dimana dengan adanya Project Management tersebut maka semua pelaksanaan project akan terkendali dengan baik mulai dari Engineering, Procurement, Erection & Testing serta Administrasi, Finance dll, sehingga dengan adanya Project Management tersebut maka seorang Project Manager akan dengan mudah mengendalikan Project tersebut susuai keinginan Management dan menghasilkan Profit yang Baik serta akan memenuhi Client satisfaction. Sementara itu Construction Management suatu tools management untuk menghandle pelaksanaan Construction di site, mulai dari Persiapan, Office, Peralatan, Man power, consumable dan Teknik-teknik construction dilapangan, sehingga pelaksanaan Construction dilapangan dapat terlaksana dengan Baik, tepat waktu, dan memuaskan pelanggan.

Maintenance Management

Kalau bicara maintenance management, sangatlah luas. Ada baiknya lebih specific apa yang diinginkan. Work process dari mulai work identification - planning - scheduling - execution - follow up, sebenernya adalah hal yang basic. Banyak hal yang bisa menjadi dasar strategi, minimal para user harus paham apa operating context untuk equipment/plant yang mereka miliki, KPI atau standard performance-nya.

Management Project

Pada prinsipnya sebenarnya sebuah perusahaan ketika akan memulai sebuah project, di awal sudah membentuk team Project Management.Di dalam project management ini, sebuah project di "manage" dalam setiap aspek dan kegiatan. Organisasi team dibangun yang terdiri dari (minimal):1. Seorang Project Director (jika diperlukan) sebagai personal in charge yang responsible terhadap keseluruhan project dan biasanya bertanggung jawab ke direksi perusahaan; 2. Seorang Project Manager (wajib ada) sebagai penanggung jawab project yang day by day berhubungan langsung dengan seluruh stake holder. Seorang Project Manager membawahi seluruh struktur organisasi (team) project management ini.3. Cost controler (atau bisa juga cost engineer), yang bertugas memonitor project cost.


Quantity Surveyor, Cost Control, dll

Secara umum scope profesi Quantity Surveyor (& juga Cost Engineer) meliputi total life cycle cost management, antara lain : capital investment analysis; estimate operating / manufacturing cost; risk analysis; procurement management; planning / scheduling; cost control; contract administration; dispute resolution; facility management, dst. Biasanya praktisi Quantity Surveying tidak melakukan semua hal di atas, karenanya kita sering dengar profesi estimator, project control, contract engineer, atau contract administrator.


Ekonomi Teknik (Investasi)

Terdapat dua instrumen evaluasi investasi yang umum digunakan untuk menilai apakah suatu investasi akan dilakukan atau tidak. Instrumen tersebut adalah Net Present Value (NPV) dan yang kedua adalah Internal Rate of Return (IRR). Dalam melakukan investasi tentunya harus dilakukan perbandingan antara investasi yang satu dengan yang lainnya misalnya uangnya diinvestasikan di bank saja, karena bunganya lebih menarik. Investasi terbaik akan didapat apabila NPV dan IRR sama-sama bernilai tinggi. Pada kasus tertentu sering dinyatakan bahwa IRR dengan nilai yang tinggi akan lebih menguntungkan daripada investasi dengan nilai IRR yang lebih rendah, walaupun tidak demikian, karena pada kondisi tertentu IRR bisa menyesatkan.


Mengasah Kecakapan Bekerja dengan Team

Para ahli yang diilahami oleh perkembangan fakta-fakta di dunia kerja berkesimpulan bahwa sekarang ini adalah era kejayaan tim. Maksudnya, tidak ada orang yang bisa jaya atau minimalnya survive dengan bekerja sendirian. Lebih-lebih lagi kalau dikaitkan dengan prediksi para ahli tentang tren emploiment ke depan. Untuk orang yang punya skill di bidangnya dengan skala menengah ke atas, tren yang akan berlaku adalah "agreement", bukan "employment". Agreement di situ maksudnya adalah model ikatan kerja yang kita jalankan berupa kesepakatan yang telah kita buat dengan penyedia pekerjaan atau pemilik peluang, misalnya perusahaan atau pengusaha. Pada kondisi ini, kecakapan dalam bekerjasama dengan tim menjadi kunci. Ini berbeda dengan employment. Ikatan kerja yang harus kita jalankan adalah hubungan ke-karyawan- an.






Rabu, 07 Oktober 2009

Definisi Relief System dan Safety Valve

Rangkuman Berbagai Definisi Sistem Pembuangan (Relief System) serta Macam-macam Safety Valves dan Kelengkapan Di Dalamnya

Konsentrasi tulisan ini adalah ke arah penjelasan desain dan operasional dari pembuangan tekanan system untuk pabrik dimana ada gas sebagai fluidanya. Metoda Perhitungan, penseleksian yang lebih jauh dapat mengacu pada API RP 520, API RP 521, GPSA, ASME, standar perusahaan, standar internasional dan berbagai standar lain yang telah ada. Elemen utama dari sistem pembuangan tekanan adalah alat pembuang tekanan (SV/PSV/PRV/BDV), vent scrubber serta vent sistemnya, sistem perpipaan ke flare, flare dari separator, flare-nya sendiri serta sistem pengapiannya. Pressure Relief Valves (RV) atau jenis Relief Valves lainnya digunakan untuk melindungi perpipaan dan alat-alat proses dari kelebihan tekanan. Penggunaan dan seleksi yang tepat serta lokasi dan pemeliharaan relief devices sangat penting untuk melindungi personel dan equipment dengan mengacu kepada kode-kode dan aturan-aturan yang ada.
Pendefinisian kapasitas maksimum dari fluida yang akan dibuang ke relief system tersebut memerlukan analisa yang dalam dengan berbagai asumsi, tetapi penentuan awal ini yang diperlukan, dengan asumsi umum bahwa dua keadaan emergency oleh kegagalan equipment yang tidak saling berhubungan atau operator error tidak akan terjadi secara sekaligus (no double jeopardy). Sequence dari keadaan tersebut harus diperhitungkan, dengan jalan mengetahui keseluruhan desain operasional termasuk mengenali tipe driver pompa yang digunakan, sumber cooling water, spare yang disediakan (misal pada vessel body), layout pabrik, instrumentasi, dan philosophy dari emergency shut down-nya.

Beberapa contoh kasus failure aliran fluida yang mungkin terjadi dan masuk pada relief sistem adalah :

1. Blocked Discharge / Blocked Outlet
Outlet dari hampir semua vessel, pompa, kompresor, fired heater, atau equipment lainnya dapat terhalang/tertutup oleh kesalahan mekanikal (mechanical failure) atau kesalahan manusia. Dalam hal ini, kapasitas reliefnya biasanya adalah kapasitas aliran maksimum dari suatu pompa, kompresor, atau sumber aliran lainnya pada kondisi reliefnya.

2. Fire Exposure / Fire Case
Adanya api adalah salah satu keadaan terakhir yang diprediksi yang dapat terjadi dalam sebuah pabrik pengolahan fluida yang ada gasnya, tetapi hal ini dapat mengakibatkan kondisi tertinggi dari suatu relief. Jika api dapat terjadi dalam luas suatu pabrik maka kondisi ini dapat mempengaruhi sizing dari suatu relief sistem secara keseluruhan, bagaimanapun juga karena peralatan (equipment) dapat terdispersi secara geografi, efek dari “fire exposure” pada relief system terbatas pada plot area tertentu. Uap yang dibangkitkan (vapor generation) akan jauh lebih tinggi di vessel yang tidak diinsulasi. Cara dan formula untuk menseleksi jumlah relief load disesuaikan dengan sistem dan fluidanya. Kondisi fire dapat membuat kelebihan tekanan (overpressure) pada uap dan cairan yang dilewatkan (vapor-filled dan liquid-filled) serta sistem 2 fasa.

3. Tube Rupture
Ketika adanya perbedaan yang besar pada desain pressure antara shell dan tube pada sebuah HE (biasanya rasio 1.5 sampai rasio 1 atau lebih), pendefinisian diperlukan untuk pembuangan pada side/ruang yang mempunyai tekanan rendah (low pressure side). Biasanya, untuk desain, hanya 1 tube dipertimbangkan untuk “rupture” (pecah). Ketika media dingin bertemu dengan media panas, efek dari flashing juga perlu dipertimbangkan, atau juga kemungkinan dari transient overpressure karena berubahnya uap yang tiba-tiba menjadi liquid.

4. Control Valve Failure
Kegagalan posisi dari instrument dan control valves harus dievaluasi secara hati-hati. Dalam prakteknya, control valves tidak boleh fail dalam keadaan normal. Sebuah valve dapat macet dalam posisi yang salah (membuka/menutup), atau loop kontrolnya fail. Perlindungan untuk faktor ini harus disediakan, dengan kondisi yang mengacu pada flow koefisien dari manufaktur dan perbedaan tekanan untuk control valves yang spesifik dan fasilitas yang mengikutinya.

5. Thermal Expansion
Jika isolasi dari process line pada ruang dingin (cold side) sebuah HE dapat menimbulkan excess pressure akibat adanya panas yang masuk dari warm side, maka line atau cold side dari HE tersebut harus diproteksi dengan sebuah relief valve. Jika peralatan atau line dapat diisolasi pada kondisi full liquid, relief valve harus disediakan untuk thermal expansion pada kontainer liquid itu. Rendahnya temperatur proses, radiasi matahari (solar radiation), atau perubahan pada kondisi temperatur atmosfir mengharuskan proteksi termal di dalamnya. Flashing pada control valve juga harus dipertimbangkan.

6. Blowdown Case
Adalah keadaan dimana fluida terjebak pada kondisi blow down (misal kondisi settle out pada kompresor yang fail) dalam suatu unit yang dimatikan karena kegagalan mekanikal atau gangguan dari unit proses lain dimana perkiraan jumlah fluida yang terjebak yang harus dibuang pada unit tersebut dihitung berdasarkan volume dari sistem tersebut secara keseluruhan, misal ada suction dan discharge scrubber serta air cooler dari suatu unit kompresor, maka jumlah rate blowdownnya diperkirakan dari jumlah volume yang dapat terjebak pada suction scrubber, discharge scrubber, air cooler, kompressor dan sistem perpipaan diantara shut down valve yang mengikuti unit ini di discharge dan suctionnya. .

7. Utility Failure
Loss (hilangnya) cooling water dapat terjadi dalam sebuah pabrik. Yang dipengaruhi adalah kolom fraksionasi, dan peralatan lain yang menggunakan cooling water. Cooling water failure sering digunakan sebagai kasus utama perhitungan yang terjadi pada flare sistem.
Electric Power Failure (mirip Cooling Water failure), dapat terjadi pada area pabrik dan membuat efek-efek yang bervariasi. Pompa elektrik dan motor penggerak air cooler yang sering digunakan dalam unit proses, pada saat hilangnya listrik dapat membuat hilangnya reflux dengan cepat ke sebuah fraksionator, juga motor penggerak kompresor dapat ikut mati. Power failure dapat membuat berbagai kapasitas yang perlu dibuang dengan segera. Pada kasus instrument air sistem failure , berhubungan atau tidaknya dengan power failure harus dipertimbangkan juga untuk mendesain flare sistem karena pneumatic control loop (instrument control yang digerakkan oleh air/udara) akan juga terganggu. Juga asumsi posisi control valves pada keadaan tanpa udara (loss of air from instrument air system) dan efek ke arah flare system tersebut yang harus juga diperhitungkan.

Prinsip dasar, karakteristik operasional, aplikasi dan seleksi dari penggunaan Pressure Relief Valves dapat secara independen ataupun pengkombinasian, yang dibagi secara umum dalam :

1. Spring-Loaded Pressure Relief Valves (relief valves dengan spring/spiral tekan), dibagi atas :

Safety Valves (SV)
Adalah spring-loaded pressure relief devices yang didesain untuk terbukanya valve secara penuh (full opening) dengan kelebihan tekanan (overpressure) yang minimum. Tekanan statik yang ditahan dalam ruang yang sempit pada valves serta energi kinetik dari gas atau uap digunakan untuk melawan tekanan spring pada disk yang selanjutnya akan terbuka dan terangkat, yang menghasilkan ‘pop action’. Closing pressure akan didapat pada nilai dibawah set pressure dari valve tersebut dan dicapai setelah tahap blowdown habis.

Relief Valves (RV)
Adalah spring loaded pressure relief devices yang didesain untuk pengoperasian pda fasa cair. Pada set pressure-nya, inlet pressure dari valves akan melawan tekanan springnya dan disk mulai menekan seat agar membuka. Semakin besar inlet pressure, semakin banyak tekanan disk untuk melawan tekanan spring sehingga semakin banyak aliran yang dapat melewati valves. Closing pressure didapat pada nilai tekanan dibawah set pressure valve, dan dicapai setelah tahap blowdown selesai. Kapasitas Relief Valves biasanya pada 10 atau 25 persen dari nilai overpressure tergantung aplikasinya.

Safety Relief Valves (SRV)
Adalah Spring-loaded pressure relief devices yang menyediakan karakteristik SV dalam fasa gas atau uap dan RV dalam fasa cairan. SRV biasanya tersedia dengan ‘bonnet’ yang menutupi spring dan membuat efek tekanan yang kuat dan kencang didalamnya (pressure-tight) untuk digunakan di tipe konvensional atau balanced, tergantung efek ‘back pressure’ dari performance valve-nya.

Bermacam tipe Spring-Loaded Pressure Relief Valves (PRV):

1.1.1 . PRV Konvensional

Digunakan ketika outletnya menuju sebuah pipa pendek yang dibuang ke atmosfir atau sistem perpipaan bertekanan rendah (low-pressure manifold) yang membawa fluida buangan dari satu atau lebih PRV ke sebuah lokasi pembuangan utama. Biasanya tekanan spring berada di antara set pressure dan atmosferik pressure. Set pressure akan bertambah bila back pressure juga ikut membesar (superimposed back pressure) kecuali tekanan spring diatur secara benar. Adanya back pressure juga akan mempengaruhi performance valve, karena itu pengaruhnya kepada tekanan downstream valve harus dipelajari bila satu atau lebih outlet valve bertemu dalam satu buah sistem perpipaan (manifold sistem) dengan mengacu pada data manufaktur. Interaksi tekanan didalam valve dan efek dari backpressure bisa dilihat pada gambar untuk lebih jelasnya. Jika spring bonnet dibuat ventilasi ke atmosfir maka back pressure akan bereaksi dengan tekanan vessel untuk melawan tekanan spring, kondisi ini membuat tekanan bukaan lebih kecil dari biasanya dibandingkan valve di set dengan tekanan atmosfir pada outletnya. Bagaimanapun juga, jika tekanan pada spring bonnet dibuang ke discharge valve-nya dibandingkan ke atmosfir, back pressure akan bereaksi bersama tekanan spring untuk mempercepat opening pressure. Variasi dari backpressure yang dipaksakan pada spring bonnet ini mempengaruhi ‘opening pressure’ karena itu harus dievaluasi dalam desain suatu system.
PRV Konvensional, seperti yang biasanya dipasang, memperlihatkan kekurangpuasan bila back pressure tiba-tiba membesar oleh karena aliran melewati valve tersebut dan perpipaannya yang menyebabkan tekanan yang tidak berimbang yang mempengaruhi set pressurenya. Selama back pressure membesar tidak melewati nilai overpressurenya setelah valve membuka, valve akan tetap membuka dan memperlihatkan performance yang baik pada kondisi aliran tersebut. Sebaliknya bila back pressure membesar melewati nilai overpressure secara tiba-tiba akibatnya valve tetap menutup oleh karena tidak seimbangnya tekanan pada valve atau ‘harmonic resonance’. Valve akan mulai memperlihatkan flutter atau chatter.
Flutter adalah karena tidak normalnya gerak putar yang cepat (abnormal rapid reciprocating motion) dari bagian yang bergerak dalam PRV dimana disk tidak ada kontak dengan seatnya. Chatter adalah gerakan yang menyebabkan disk kontak dengan seatnya dan merusak valvenya serta perpipaan terdekat. Untuk itu nilai back pressure yang bisa membesar harus diperhitungkan untuk setiap kondisi overpressure yang digunakan.
PRV Konvensional sebaiknya tidak digunakan bila back pressure lebih dari 10 persen dari set pressure pada kondisi 10 persen nilai overpressurenya. Back Pressure yang lebih besar dapat diperhitungkan bila overpressure-nya lebih dari 10 persen. Berbagai efek kombinasi dari back pressure yang membesar atau terjadi karena pemaksaan (superimposed) harus dipertimbangkan ketika satu atau lebih PRV disambung ke dalam satu buah manifold (sistem perpipaan).


1.1.2. Balanced PRV

Desain balanced PRV diartikan sebagai pengurangan efek dari back pressure pada set pressure valve-nya dan meminimalkan efek dari back pressure yang membesar dari karakteristik pada saat membuka atau menutup, mengangkat (spring), dan kapasitas buangnya. Ada 2 tipe balanced PRV yaitu tipe piston dan tipe yang memakai bellows. Berbagai variasi yang memakai piston dibuat, rumah daripada piston dibuat ventilasi sehingga backpressure dari muka berlawanan dari disk valve tidak ada. Gas yang diventilasi dari bonnets pada piston ini harus dibuang secara aman dengan restriksi yang minimum.
Untuk tipe bellows, pengaturan posisi bellows dari valve mencegah back pressure bereaksi pada sisi atas dari disk pada area efektif bellows-nya. Disk area yang berada dibelakang bellows diarah yang berlawanan dengan nozzle seat area menahan efek dari back pressure pada disk sehingga tidak ada tekanan yang tidak seimbang pada variasi tekanan di downstream valve. Bellows mengisolasi disk guide, spring, dan bagian atas lainnya dari fluida yang mengalir. Fitur ini mungkin penting bila fluida yang mengalir itu korosif atau akan merusak PRV. Pada beberapa ukuran dan desain bellows tidak tersedia, karena terbatasnya ukuran fisik dari bellows yang dapat didesain serta dibuat pada valve. Jika balanced bellows tidak tersedia maka unbalanced bellows dapat dispesifikasi bila isolasi korosi yang lebih diutamakan dalam prakteknya.
Balanced PRV membuat kemungkinan lebih besar tekanan yang dapat dibuang pada perpipaan. Kedua jenis balanced PRV harus mempunyai ventilasi bonnet yang cukup besar untuk memastikan tidak adanya back pressure yang dapat terjadi pada aliran normal. Jika valve dilokasikan dengan ventilasi ke atmosfir (dengan jumlah yang tidak terlampau besar) yang dapat membuat adanya racun, vent harus dipipakan ke dalam lokasi yang aman dengan sistem dicharge independen.

2. Pilot – Operated Pressure Relief Valve, dibagi secara umum dalam :

2.1. Piston Type
Terdiri atas bagian valve utama, yaitu floating piston, dan pilot valve external. Piston didesain untuk mendapat area efektif yang lebih luas pada bagian atas dan bawah. Sampai tercapainya set pressure, area bagian atas dan bawah terekspose pada tekanan inlet yang sama. Karena area efektif yang lebih besar pada sisi atas pistonnya, maka gaya tekan membuat piston lebih kencang pada valve seatnya. Semakin besar tekanan operasional yang terjadi, maka gaya pada seat semakin besar dan membuat valve semakin kencang (tighter). Pada set pointnya, pilot akan menventilasi tekanan pada sisi atas piston yang membuat piston tidak menekan seat dan fluida mengalir melewati valve utama. Setelah kondisi overpressure terlewati, pilot akan menutup vent dari sisi atas piston dan mengembalikan ke kondisi valve semula.

2.2. Diaphragm Type
Sama dengan tipe piston hanya piston digantikan oleh diaphragm fleksibel dan disk. Diaphragm menyediakan fungsi unbalance dari piston. Disk, yang normalnya menutup inlet valve, terintegrasi dengan diaphragm. Pilot external menservis hal yang sama dengan piston dengan memventilasi top diaphragm pada kondisi set pressure dan mengembalikan diaphragm pada kondisi normal. Selayaknya piston valve, gaya tekan seat bertambah secara proporsional seperti bertambahnya operating pressure karena perbedaan area yang terekspose pada diaphragm. Pilot valve yang mengoperasikan bagian valve utama dapat secara ‘pop action’ atau ‘modulation action’. Pilot ini juga dapat bertipe ‘non flowing’ atau ‘flowing’ yang berarti fluida proses dapat melewati pilot valve dan sebaliknya. Pencegahan back flow diperlukan bila ada kemungkinan tekanan ada sisi outlet bertambah melewati tekanan inletnya pada perpipaan yang ada.

Pilot operated valve dapat digunakan pada kondisi fasa gas atau cair, karena bagian valve utama dan pilot tidak mengandung komponen non metal, temperatur proses dan fluida sesuai serta terbatas penggunaannya. Sebagai tambahan, karakteristik fluida seperti kecenderungan pada terbentuknya polimer atau fouling, viscosity, adanya padatan, dan sifat korosif dapat mempengaruhi performance pilot.

3. Resilient Seat Relief Valves
Dengan penggunaan metal to metal konvensional dan balanced type RV dimana tekanan operasi mendekati set pressure, kebocoran dapat diperkirakan melewati seat valve-nya (API 527). Dengan penggunaan O-Ring atau plastik seat kebocoran dapat diatasi, namun ada keterbatasan dalam temperatur penggunaannya dan material vs media aliran yang digunakan dalam operasionalnya. Walau, beberapa valve menyediakan nilai yang mendekati nol dalam hal kemungkinan adanya kebocoran sampai rusaknya seat valve, tetapi resilient seat akan tererosi lebih cepat jika kebocoran sudah terjadi.

4. Rupture Disk

Didefinisikan sebagai alat penyensor tekanan dengan elemen yang sensitive pada tekanan yang terdiri dari disk dan holder, dengan bentuk datar, kubah (prebulged) atau reverse acting. Atau secara teknikal adalah alat yang sensitive pada perbedaan tekanan dan tidak dapat menutup kembali yang digerakkan oleh tekanan statik pada inletnya dan didesain untuk difungsikan karena ledakan pada disk penahan tekanannya.

Berbagai tipe rupture disk :

3.1. Tipe Konvensional
Berbentuk kubah dari metal dengan sebuah holdernya yang didesain untuk meledak (membuka) ketika overpressure terjadi pada cekungannya. Tipe konvensional berbentuk kubah dengan ‘flat-seat’ atau ‘angular-seat’ didesain untuk servis dengan kondisi operasi 70 persen atau kurang dari rata-rata tekanan ledak disknya ketika tekanan yang terbatas terulang dengan variasi temperatur yang terjadi. Jika kondisi vakum atau kondisi back pressure terjadi, disk harus dilengkapi dengan tambahan alat untuk mencegah pengaruhnya terhadap disk, sementara alat pencegah vakum disediakan jika keadaan vakum (full vacuum) pada kondisi terus menerus (continuous service) terjadi . Desain spesial juga tersedia bila back pressure mencapai nilai 15 psig. Disk akan pecah jika ledakan terjadi.

3.2. Scored Tension-Loaded Rupture Disk
Didesain untuk membuka pada perpipaan (scored lines) yang sudah diperhitungkan. Tipe disk ini didesain untuk mengizinkan rasio yang lebih dekat (biasanya 85 persen) dari nilai tekanan operasional sistem pada saat mencapai tekanan ledakan. Karena ‘scored lines’ mengontrol saat membuka, tipe disk ini biasanya tidak pecah saat terjadi ledakan. Tipe ini dibuat dengan material yang lebih tipis dari tipe yang lainnya untuk tekanan ledakan yang sama. Disk secara mekanikal mengontrol tekanan ledakan dan pola ledakan. Semakin tebal disk semakin kuat daya tahannya pada kerusakan mekanikal. Dalam sejumlah kasus disk akan bertahan dalam kondisi full vakum tanpa tambahan penguat atau alat penguat.

3.3. Tipe Disk Komposit
Berbentuk datar, kubahan metal atau nonmetal dengan berbagai komposisi dalam konstruksinya. Bentuk kubah didesain untuk pecah bila overpressure terjadi pada cekungan kubahnya, sedangkan yang berbentuk datar didesain untuk pecah bila overpressure terjadi pada sisi yang dibuat dan ditunjuk oleh manufaktur.
Tipe kubah tersedia dalam’flat seat’ dan ‘angular seat’ dengan operasional yang tipikal pada 80 persen dari rata-rata tekanan ledakan (burst pressure) dengan perubahan tekanan yang terbatas dengan variasi temperatur. Tekanan ledak dikontrol oleh kombinasi dari ‘slit top section’ dan metal atau nonmetal seal dibawah ‘top section’.
Umumnya tipe komposit tersedia pada tekanan ledak dibawah tipe konvensional berbentuk kubahan dan memberi ketahanan yang lebih baik pada kondisi korosif dari material seal yang dipilih. ‘Slit top section’ menentukan saat terbuka/pecahnya rupture disk dan didesain untuk meminimalkan pecahnya top section ketika dibuat dengan seal non metal. Alat tambahan tetap harus disediakan jika ada kondisi vakum dan back pressure.
Bentuk datar dipakai untuk vessel bertekanan rendah atau isolasi peralatan seperti buangan udara (exhaust header) atau sisi outlet dari PRV. Jika hanya sebagai pembatas untuk korosi, maka tipe komposit datar beroperasi pada kondisi 50 persen dari rata-rata tekanan ledak (burst pressure) dan dipasang di antara flanges dibandingkan jenis lainnya. Rupture disk yang bereaksi pada kedua sisi menyediakan tekanan positif atau proteksi keadaan vakum.

3.4. Reverse-Acting Rupture Disk
Berbentuk kubahan dari metal padat yang didesain untuk meledak bila overpressure terjadi pada sisi cembungnya. Tipe ini didesain untuk mengizinkan rasio yang lebih dekat dengan tekanan operasional dari system kepada tekanan ledakan sampai 90 persen dari rata-rata tekanan ledaknya. Biasanya tipe ini tidak pecah karena disk digerakkan oleh overpressure pada sisi cembungnya dan semakin tipis material disk yang digunakan semakin menambah ketahanan korosi, menghilangkan alat tamabahan untuk menghadapi kondisi vakum, menyediakan umur yang lebih panjang pada kondisi vakum yang berubah-ubah dan fluktuasi temperatur.

3.5. Graphite Rupture Disk
Dibuat dari grafit yang dipadatkan dengan bahan penguat dan didesain untuk meledak oleh tekanan karena membengkok atau seperti ‘digunting’. Tipe ini tahan terhadap berbagai asam, alkali, dan bermacam larutan organic. Operasional sampai 70 persen dari rata-rata tekanan ledak umumnya diizinkan. Alat tambahan digunakan bila ada back pressure 15 psig atau lebih.

Penggunaan Rupture Disk
Rasio dari tekanan maksimum operasional vs tekanan actual dari ledakan adalah factor utama menseleksi penggunaan rupture disk dengan berbagai range sesuai manufakturnya.
Tekanan maksimum yang dipertimbangkan harus dibawah dari tekanan desain suatu vessel untuk mencegah kegagalan premature dari rupture disk terhadap‘fatigue’ dan ‘creep’.
Rupture disk bereaksi pada perbedaan tekanan. Desainer harus memperhitungkan tekanan pada kedua sisi disk ketika tekanan ledak diperhitungkan. Juga rupture disk adalah alat yang sensitive terhadap temperatur, tekanan ledak mungkin bervariasi secara signifikan dengan temperatur pada lokasi penempatannya. Jika temperatur naik biasanya tekanan ledakan berkurang. Karena efek dari temperatur tergantung pada material disk dan jenis rupture disk-nya, maka konsultasi dengan pihak manufaktur diperlukan.

Aplikasi pada kondisi cairan harus hari-hati dievaluasi untuk memastikan desain dari rupture disk dan energi dinamik dari sistem dimana pemasangan menghasilkan pembukaan yang optimal dari rupture disk. Rupture disk dapat dipakai sebagai alat utama atau alat tambahan pada kondisi relief, digunakan secara independen atau bersama PRV.
Rupture disk dapat digunakan pada pabrik pengolahan dengan gas, upstream dari RV, untuk mengurangi kebocoran yang kecil dan gangguan pada valve.
Tekanan pada rongga antara rupture disk dan valve harus dimonitor untuk melihat performance rupture disk-nya.

Rupture disk digunakan sebagai alat utama pada kondisi relief jika penggunaan PRV tidak praktis, contoh situasinya adalah :
1. Peningkatan tekanan yang tiba-tiba. PRV tidak dapat bereaksi lebih cepat atau tidak dapat mencegah overpressure, contohnya rupture dalam tube HE, atau dalam reaksi yang cepat dan selintas dalam vessel.
2. Area yang luas untuk relief diperlukan, karena jumlah aliran yang besar atau tekanan relief yang rendah, menyebabkan area relief dengan PRV tidak praktis.
3. PRV sistem tidak dapat beroperasi ketika sedang diservis atau tidak mudah dipasang.

Kombinasi Penggunaan PRV dan Rupture Disk
Dianjurkan digunakan dalam kondisi PRV yang diizinkan untuk dipasang, dan sistem mengandung media yang dapat membuat korosi pada PRV atau menambah performance pada operasional. Lebih jauh lagi dianjurkan untuk meminimalkan hilangnya media yang berharga pada aliran, menghindari bahan yang berbahaya, material yang beracun bocor dan masuk pada PRV.

A. Pemasangan pada Inlet PRV
Kapasitas rupture disk dan PRV harus sama, dan bila rupture disk dan PRV adalah ‘close coupled’ tekanan ledak yang diperhitungkan dan set pressure PRV harus dalam nilai nominal yang sama. Ruang antara PRV dan rupture disk harus bebas dari adanya ventilasi, sensor tekanan (pressure gauge), indikator lainnya sesuai ASME code. Jika ada bahan yang berbahaya dan beracun pada proses maka, vent bebas ke atmofir harus dibuang secara aman.

B. Pemasangan pada Outlet PRV
Digunakan untuk melindungi valve (PRV) dari atmosfir atau fluida downstream atau mencegah material berbahaya dan racun yang bocor di outlet PRV ke atmosfir. Instalasi, kapasitas, efek dari back pressure dari PRV dan rupture disk harus sesuai dengan rekomendasi manufaktur dan ASME code.

Sistem pembuangan akhir dari fluida yang berbahaya dan beracun atau tidak dapat dipakai kembali biasanya akan menuju ke dalam vent system atau flare system tergantung dari kondisi system operasional keseluruhan yang terpasang pada unit yang dimaksud.

Vent system adalah sistem yang didesain untuk membuang gas / fluida ke atmosfir tanpa pembakaran.
Ada beberapa macam bentuk dari sistem vent yakni :

1. Cold vent
Adalah sistem yang menangani aliran fluida buangan yang signifikan jumlahnya biasanya dari perlatan yang bertekanan. Untuk memastikan dispersi gas/ fluida buangan menuju ke tempat yang aman, cold vent biasanya dibuat dengan ketinggian tertentu, (minimum 15 meter di atas tanah atau platform dengan panjang lebih dari 2 meter mendekati vent stack), dan outlet PSV menuju atmosfir dibuat 3 m diatas tanah atau deck. Perhitungan dispersi harus dibuat pada kondisi buangan gas beracun atau berbahaya.
Lokasi penempatan vent jenis ini harus di desain dengan benar untuk menghindari kemungkinan pengapian fluida buangan karena adanya kapal, helicopter, dan kendaraan lain yang mendekat. Dispersi gas buangan yang besar ke atmosfir dapat membuat kemungkinan fluida buangan mencapai titik pengapiannya, juga bila cold vent dipakai dalam proses continue atau semi-continue dapat membuat kemungkinan gas hidrokarbon terbuang dalam jumlah yang cukup besar, alternatif lain penggantinya adalah pengunaan flare.

2. Degassing vent
Adalah sistem vent yang menangani aliran fluida yang rendah biasanya dari peralatan yang bertekanan rendah contohnya adalah sump tank atau alat lain yang telah dimodifikasi menjadi peralatan yang bertekanan sangat rendah.

3. Liquid burner
Adalah alat portable atau bisa dibawa dengan mudah yang digunakan selama pengetesan sumur, operasi stimulasi, atau pengurangan tekanan dalam perpipaan. Pengunaannya bersifat sementara dan tidak dapat digunakan dalam spesifikasi operasi selanjutnya.

Flare system adalah sistem yang didesain untuk sebagai alat pembuangan gas / fluida yang tidak terpakai dengan proses pembakaran. Secara fisik dapat dibagi atas :

1. Elevated Flare
Adalah flare dengan tip (discharge point) lebih dari 15 meter di atas permukaan tanah atau platform untuk memastikan bahwa dispersi gas buangan oleh karena ‘efek jet’ tercampur dengan udara menghasilkan api yang cukup untuk terjadi pembakaran. Perhitungan untuk memastikan ketinggian dari flare itu cukup dengan dispersi gas yang baik serta radiasi yang terjadi di sekitar flare tidak meracuni lokasi atau peralatan yang lain harus dibuat dengan baik.

2. Non- Elevated Flare
Adalah flare dengan tip yang lebih rendah dari 15 meter di atas permukaan tanah atau platform. Dari sisi safety dan proses tipe ini hanya memiliki sedikit nilai tambah dibanding elevated flare seperti toleransi yang lebih baik dengan adanya cairan dalam fluida buangan, tidak ada kondisi vakum dalam sistem flare tersebut, tetapi dispersi gas tidak mencukupi terjadinya efek jet yang baik pada keadaan pembakaran.

3. Ground Flare
Adalah satu atau lebih sistem burner pada level yang rendah yang tidak memerlukan struktur tambahan yang juga dapat menghemat biaya konstruksi desain, dengan syarat lokasi dan lingkungan yang cukup ada untuk memenuhi radiasi dan noise yang mungkin terjadi. Desain ground flare mempunyai kelemahan diantaranya adalah pengontrolan berbagai variasi yang besar dalam aliran gas buangan, dispersi fluida buangan yang jelek dalam kondisi pembakaran.
Untuk memastikan flux dari radiasi termal pada setiap burner dalam flare tipe ini, serta distribusi aliran yang lebih baik maka tipe Non Enclosed Ground Flare sebaiknya dihindari dalam pemilihan desain.

4. Enclosed Ground Flare
Digunakan untuk memastikan pengapian yang lebih baik dan mengurangi noise yang terjadi. Dengan penggabungan instalasi bersama elevated flare akan mendapatkan kelebihan seperti kapasitas yang lebih besar dengan back pressure yang lebih rendah ditambah kurangnya pengaruh pada lingkungan selama operasional flare berlangsung.

Macam-macam Valve

Pada posting kali ini akan dibahas macam-macam valve, fungsi dan kegunaan, serta troubleshooting.

III. Macam-macam valve (yang sering ditemui di Plant adalah sebagai berikut:)

1. Gate valve
2. Globe valve
3. Angle valve
4. Needle valve
5. Plug valve
6. Ball valve
7. Butterfly valve
8. Diahpgram valve
9. Pinch valve
10. Check valve
11. Relieve valve
12. Safety valve

Berikut akan dibahas satu persatu dari point-point diatas

1. Gate valve

Gate valve mudah dikenali karena mempunyai body dan stem yang panjang. Kegunaan utama dari gate valve adalah hanya untuk menutup dan membuka aliran (fully closed & fully opened position), on/off control dan isolation equipment.

Gate valve tidak bisa digunakan untuk mengatur besar kecilnya aliran (regulate atau trotthling). Karena akan merusak posisi disc nya dan mengakibatkan valve bisa passing pada saat valve ditutup (passing = aliran tetap akan lewat, walaupun valve sudah menutup), disc tidak menekan seat dengan baik yang diakibatkan karena posisi disc sudah berubah (tidak rata lagi).

Pada saat Gate valve terbuka sebagian (misal 50% opening), maka aliran fluida akan sebagian lewat dibawah disc yang menyebabkan turbulensi (turbulensi = aliran fluida yang bergejolak) pada aliran tersebut, turbulensi ini akan menyebabkan 2 hal:

i. Disc mengayun (swing) terhadap posisi seat, sehingga lama kelamaan posisi disc akan berubah terhadap seat sehingga apabila valve menutup maka disc tidak akan berada pada posisi yang tepat, sehingga bisa menyebabkan passing.

ii. Akan terjadi pengikisan (erosion) pada badan disc.

Nama “Gate valve” diambil karena bentuk disc dari jenis valve ini pada saat menutup atau membuka berlaku seperti “Gate” (Gate dari bahasa inggris = Gerbang/Pagar). Dimana saat disc membuka keatas maka seluruh aliran akan bebas masuk tanpa hambatan yang berarti, namun pada saat disc tertutup rapat maka aliran akan berhenti tertahan oleh disc tersebut.

Berikut adalah contoh gambar dari Gate valve:

Gate Valve Gate Valve tampak dalam

2. Globe valve

Globe valve merupakan salah satu jenis valve yang dirancang untuk mengatur besar kecilnya aliran fluida (regulate atau trotthling). Pada dasarnya bagian utama dari Globe valve ini sama saja dengan Gate valve. Yaitu terdiri dari body, seat, disc, bonnet, stem, packing dan gland.

Globe valve dengan gate valve bentuknya hampir sama, tetapi ada ciri-ciri tertentu yang dapat di jadikan acuan untuk membedakan antara keduanya, yaitu:

i. Pada bagian dalam valve, disc dan seat nya berbeda. Perbedaan disc dan seat ini menyebabkan terjadi profil (pola) aliran yang berbeda. Bentuk dari disc dan seat inilah yang menyebabkan globe valve dapat diandalkan sebagai throttling valve. Aliran fluida saat melewati globe valve akan mengalami sedikit hambatan sehingga akan terjadi pressure drop yang lebih besar dari gate valve, pertama aliran akan mengenai seat lalu membelok keatas melewati dan mengenai seluruh bagian disc, lalu aliran akan dibelokkan lagi ke arah yang sama.

Seperti yang terlihat dibawah ini:

Diagram dan Profile aliran

ii. Pada bagian luar, body dari globe valve terlihat lebih menggelembung.
Seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:

Perbedaan Body Gate Valve dan Globe Valve

Khusus untuk globe valve yang menangani fluida steam, maka biasanya valve akan dilengkapi dengan back seat yang terletak berhadapan dengan seat. Back seat ini berperan sebagai pelapis pelindung bagian atas globe valve mencegah steam untuk menerobos masuk.

Beberapa contoh valve tetapi masih termasuk dalam jenis Globe valve:

i. Angle valve

Termasuk jenis globe valve, digunakan untuk mengubah aliran sebesar 90 derajat. Valve ini bisa digunakan juga sebagai pengganti elbow. Contoh gambar Angle valve:

Angle valve

ii. Needle valve

Termasuk jenis globe valve, digunakan untuk mengatur secara lebih akurat aliran yang pressure rendah. Bentuk disc nya panjang dan kecil seperti paku.

Contoh gambar Needle valve:

Needle valve Skematik Needle valve

3. Rotation valve

Dikatakan rotation valve karena valve membuka dan menutup dengan cara rotasi pada disc. Valve - valve dibawah ini berbeda dengan gate valve dan globe valve dalam hal cara membuka dan menutup valve. Pada gate valve dan globe valve, kita diharuskan memutar handwell, namun untuk rotation valve, kita bisa membuka dan munutup valve hanya dengan memutar handle valve sebesar 90 derajat. Oleh karena itu valve jenis ini bisa membuka dan menutup lebih cepat dari gate valve ataupun globe valve.

Handle pada valve tipe ini adalah pengganti handwell pada gate valve dan globe valve. Hal penting yang harus diperhatikan adalah, pada posisi valve fully open maka handle akan searah dengan aliran atau pipa, namun jika posisi valve fully close maka posisi handle tidak searah dengan aliran atau pipa, melainkan akan membentuk sudut 90 derajat dengan aliran atau pipa.

Yang termasuk jenis ini adalah: Plug valve, Ball valve dan Butterfly valve.

i. Plug Valve

Secara umum, kegunaan dari plug valve adalah untuk fully open dan fully close (isolation atau on/off control).

Bagian - bagian utama plug valve sama saja dengan gate valve ataupun globe valve. Yaitu body, stem, packing bolt, seal, plug. Seal sama fungsinya dengan packing, packing bolt sama fungsinya dengan gland nut atau gland, sedangkan plug sama fungsinya dengan disc tapi bentuknya berbeda.

Plug ini digunakan untuk mengontrol (membuka dan menutup) aliran pada plug valve, plug mempunyai celah atau lubang tempat aliran lewat. Saat handle diputar menuju open position maka plug akan berputar secara rotasi terhadap seat dan bagian yang bercelah akan melewatkan aliran. Namun pada saat handle diputar pada close position maka plug akan berputar secara rotasi terhadap seat dan bagian yang tak bercelah akan menahan aliran, sehingga aliran pun akan berhenti.

Plug valve 'Plug

Plug harus rapat dengan body, agar tidak terjadi kebocoran ( leaking ) atau passing. Antara plug dan body akan terjadi gesekan (friction), maka untuk menimalkan efek gesekan tersebut, pada daerah sentuhan plug dan body diberikan pelumas.

Karena itu ada type plug valve yang mempunyai tempat pengisian pelumas diatas stem, ada juga yang sudah diberikan pelumas dari pabrik pembuatnya, ada juga yang yang tidak membutuhkan pelumas namun pada daerah sentuhan sudah dilapisi material teflon, jenis ini dinamakan self lubricating.

Jenis - jenis valve yang lain yang masih termasuk plug valve adalah:

a. Three way plug valve

Yaitu jenis plug valve yang mempunyai 3 port (sambungan), 1 untuk inlet dan 2 untuk outlet. Dengan menggunakan valve ini maka dengan mudah kita dapat mengarahkan outlet kearah aliran/pipa yang dikehendaki.

b. Four way plug valve

Biasa digunakan pada fluida cooling water yang melewati heat exchanger, dimana aliran cooling water bisa dengan mudah dibalikkan arahnya dengan tujuan untuk membersihkan heat exchanger tersebut dari kotoran-kotoran (fouling, sediment, solids).

ii. Ball valve

Secara sederhana, Ball valve sama saja dengan plug valve, tetapi bentuk disc nya berbeda. Dinamakan Ball valve karena bentuk disc nya ini bulat seperti bola, dan bentuk body nya silinder.

Ball valve Disc" border="2">

Ball valve digunakan juga sebagai on/off valve, fully opened atau fully closed valve, dan handal untuk aliran fluida yang mengandung partikel-partkel solid (slurry).

Sama seperti plug valve, ball valve juga membuka dan menutup dengan cara rotasi pada disc sehingga dapat membuka dan menutup lebih cepat. Ball valve juga mempunyai handle yang sama dengan plug valve, dimana pada posisi valve fully open maka handle akan searah dengan aliran atau pipa, namun jika posisi valve fully close maka posisi handle tidak searah dengan aliran atau pipa, melainkan akan membentuk sudut 90 derajat dengan aliran atau pipa.

iii. Butterfly valve

Butterfly valve digunakan untuk mengontrol (trhottling/regulate valve) aliran fluida yang bertekanan rendah.

Bagian-bagian utama pada valve ini sama saja dengan valve-valve yang diatas, yaitu body, disc, seat, dan handle. Disc nya berbentuk piringan yang tipis. Seat nya, melingkar mengikuti bentuk disc. Handle nya berbeda dengan type plug valve dan ball valve, karena mempunyai lever yang harus kita tekan apabila ingin membuka dan menutup valve dan kita lepaskan apabila telah sampai ke posisi yang kita inginkan. Lever inilah yang akan membantu disc untuk mengunci rapat.

Butterfly valve

ibagian bawah handle dan lever terdapat skala (scale) yang digunakan untuk pembacaan posisi valve opening atau valve closing.

Butterfly valve juga membuka dan menutup dengan cara rotasi pada disc sehingga dapat membuka dan menutup lebih cepat. Dan mempunyai handle yang sama dengan plug valve, dimana pada posisi valve fully open maka handle akan searah dengan aliran atau pipa, namun jika posisi valve fully close maka posisi handle tidak searah dengan aliran atau pipa, melainkan akan membentuk sudut 90 derajat dengan aliran atau pipa.

4. Diaphgram valve

Diaphgram valve bisa digunakan untuk mengatur aliran (trhottling) dan bisa juga digunakan sebagai on/off valve. Diaphgram valve handal dalam penanganan material kasar seperti fluida yang mengandung pasir, semen, atau lumpur, serta fluida yang mempunyai sifat korosif.

Diaphgram valve

Diaphgram valve mudah dikenali karena bentuk bonnet nya yang menggembung seperti lonceng. Diaphgram valve mempunyai stem, handwell, plunger dan diaphgram stud yang menjadi satu, diaphgram, seat dan body. Diaphgram valve tidak mempunyai disc, tetapi sebagai pengganti disc adalah diaphgram itu sendiri. Dimana valve ini akan menutup jika plunger menekan diaphgram, dan akan terbuka jika plunger naik keatas. Saat menutup valve ini, juga tidak boleh terlalu kencang, karena bisa merusak diaphgram.

5. Pinch valve

Pinch valve digunakan untuk menangani fluida yang berlumpur, endapan, dan yang mempunyai partikel-partikel solid yang banyak serta fluida-fluida yang mempunyai kecenderungan untuk terjadi kebocoran (leak).

Pinch valve

6. Check valve

Check valve digunakan untuk membuat aliran fluida hanya mengalir kesatu arah saja atau agar tidak terjadi reversed flow/back flow.

Bentuk check valve sama saja dengan gate valve tapi valve ini tidak mempunyai handwell/handle maupun stem. Secara umum ada 3 macam check valve yang cara kerjanya sama saja namun aplikasi nya terhadap material fluida yang berbeda. yaitu: Swing check valve, Lift check valve, dan Ball check valve.

Swing check valve, penggunaan untuk fluida gas ataupun liquid yang tidak mengandung partikel padat (solid)

Swing Check valve

Lift check valve, penggunaan untuk fluida steam, gas, maupun liquid yang mempunyai flow yang tinggi

Lift Check valve

Ball check valve, penggunaan untuk fluida liquid yang mengandung partikel padatan.

Ball Check valve inside

7. Relieve valve dan Safety valve

Kedua valve ini digunakan untuk melepaskan (release) tekanan (pressure) pada suatu sistem agar tidak membahayakan alat (equipment), personnel yang sedang bekerja, dan untuk kepentingan proses itu sendiri.

Antara kedua valve ini terdapat penggunaan istilah yang seringkali tertukar satu sama lain. Kadang Relieve valve dianggap Safety valve dan kadang juga Safety valve dianggap Relieve valve. Namun, sebenarnya perbedaan mendasarnya adalah cara kerjanya itu sendiri, Relieve valve akan membuka perlahan-lahan apabila terjadi kelebihan (excess) pressure dan akan menutup kembali apabila pressure telah kembali normal. Relieve valve lebih cocok diaplikasikan ke fluida liquid. Sedang Safety valve, akan membuka secara sangat cepat langsung 60% opening apabila terjadi excess pressure. Dan akan menutup kembali hanya apabila pressure telah berada dibawah pressure normal (set point). Safety valve sangat cocok diaplikasikan ke fluida gas.

PRV PSV

IV. Troubleshooting

1. Valve leak

Jika valve tidak bekerja dengan baik maka kemungkinan besar terjadi leak. Bagian yang paling sering terjadi leak adalah pada packing gland. Hal ini bisa diatasi dengan mengencangkan Gland nut. Setelah itu maka periksa kembali putaran handwell, karena setelah mengencangkan gland nut maka akan terjadi gesekan antara packing dengan stem yang menyebabkan handwell susah di gerakkan.

Kebocoran juga biasa terjadi didaerah sambungan body dan bonnet, daerah body, dan disekitar flange.

2. Kerusakan Fisik

Valve yang tidak bekerja dengan baik kemungkinan juga disebabkan karena adanya kerusakan fisik pada valve itu sendiri, oleh karena itu pemeriksaan fisik sangat penting untuk dilakukan lebih dahulu sebelum adanya perlakuan yang lebih jauh.

3. Pemberian Pelumas

Pemberian pelumas pada valve terutama pada stem, sangat penting untuk menjaga ketahanan valve.

Sampai disini mengenai valve, jika ada masukan, saran, kritik dan pertanyaan, silahkan tuangkan ke Comment. Atau kirim e-mail ke : robby_me0127@yahoo.com